Aktivis Nilai *Karang Taruna Pandeglang “Hambaar”, Kental Dominasi Politik dan Jabatan*

Aktivis Nilai *Karang Taruna Pandeglang “Hambaar”, Kental Dominasi Politik dan Jabatan*

Banselpos.com, Pandeglang, Banten | Dinamika pemilihan Ketua Karang Taruna Kabupaten Pandeglang kini diibaratkan seperti sayur kurang garam — hambar dan jauh dari semangat kepemudaan yang seharusnya membawa gagasan segar, kebersamaan, serta nilai sosial yang murni.

Polemik itu bermula setelah pelaksanaan Musyawarah Temu Karya Daerah (TKD) di Hotel Wira Carita pada Sabtu, 20 September 2025, yang menghasilkan kepengurusan di bawah TB. Bambang Saepullah. Pihaknya mengklaim bahwa hasil TKD tersebut sah dan mewakili Karang Taruna Kabupaten Pandeglang.

Namun, langkah ini menuai banyak kritik. Salah satunya datang dari Rohikmat, aktivis sosial Pandeglang, yang menilai proses tersebut tidak mencerminkan semangat demokrasi pemuda.

“Kalau Karang Taruna saja sudah diwarnai kepentingan kekuasaan dan tertutup dari partisipasi publik, lalu di mana ruh pemuda dan semangat sosialnya? Ini lebih mirip pengukuhan kekuasaan daripada regenerasi kepemudaan,” ujar Agus. Jum'at (17/10).

Agus menambahkan, muncul pula versi kedua dari kepengurusan Karang Taruna yang mengklaim lebih demokratis karena membuka pendaftaran secara terbuka bagi para pemuda. Namun, menurutnya, semangat itu mulai pudar karena sudah diselimuti kepentingan politik.

“Sayangnya, versi kedua ini juga mulai diwarnai politik praktis. Sudah beredar wacana bahwa kandidat ketua hanya akan diisi dua sosok politisi — Saudara Jojon Yang Merupakan Anggota DPRD aktif dan Iing Andri Supriadi Yang saat ini menjabat Wakil Bupati Pandeglang,” ungkapnya.

Di sisi lain, Rohikmat, Ketua DPC AMIRA Pandeglang, turut menyoroti fenomena ini. Ia menilai masyarakat dan kalangan pemuda kini mulai jemu dengan berbagai versi yang terus bermunculan, tanpa arah jelas dan tanpa hasil nyata bagi kepemudaan.

“Pandeglang sudah jemu dengan versi-versian seperti ini. Setiap periode selalu ada dua kubu, dua klaim, dua kepentingan. Padahal pemuda mestinya hadir sebagai penyejuk dan pemberi solusi, bukan malah terpecah karena urusan politik dan jabatan,” tegas Iik.

Menurutnya, jika Karang Taruna terus terjebak dalam konflik internal dan bayang-bayang politik dinasti, maka sulit diharapkan menjadi wadah pembinaan sosial yang benar-benar berpihak pada masyarakat.

“Pandeglang butuh pemuda yang punya ide dan gagasan, bukan disuguhkan pertarungan kepentingan kekuasaan dan kerakusan jabatan,” pungkas Agus M. Ridwan menutup pernyataan.

Fenomena dualisme dan tarik-menarik kepentingan di tubuh Karang Taruna Pandeglang kini menjadi sorotan publik. Banyak pihak berharap organisasi sosial kepemudaan ini segera kembali ke jati dirinya — menjadi rumah besar bagi kreativitas, solidaritas, dan kebermanfaatan pemuda bagi masyarakat Pandeglang. (Ira/Red)